Selamat Datang....

Statistik Pembaca


widget

Kamis, 07 Januari 2010

Pemerintahan Desa di Indonesia

Pemerintahan Desa

Terbentuknya Desa

Perihal terbentuknya Desa hingga sekarang sulit diketahui secara pasti kapan awalnya, akan tetapi mengacu pada prasasti Kawali di Jawa Barat sekitar tahun 1350 M, dan prasasti Walandit di daerah Tengger Jawa Timur pada tahun 1381 M, maka desa sebagai unit terendah dalam struktur pemerintahan Indonesia telah ada sejak dahulu kala dan murni Indonesia bukan bentukan Belanda.

Terbentuknya desa diawali dengan terbentuknya kelompok masyarakat akibat sifat manusia sebagai makhluk sosial, dorongan kodrat, atau sekeliling manusia, kepentingan yang sama dan bahaya dari luar.

Istilah desa berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya tanah tumpah darah, dan perkataan desa hanya dipakai di daerah Jawa dan Madura, sedang daerah lain pada saat itu (sebelum masuknya Belanda) namanya berbeda seperti gampong dan meunasah di Aceh, huta di Batak, nagari di Sumatera Barat dan sebagainya.

Pada hakikatnya bentuk desa dapat dibedakan menjadi dua yaitu desa geneologis dan desa teritorial.

Sekalipun bervariasi nama desa ataupun daerah hukum yang setingkat desa di Indonesia, akan tetapi asas atau landasan hukumnya hampir sama yaitu adat, kebiasaan dan hukum adat.

Pemerintahan Desa Pada Masa Penjajahan Belanda

Jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, desa dan yang sejenis dengan itu telah ada mapan di Indonesia.

Mekanisme penyelenggaraan pemerintahannya dilaksanakan berdasarkan hukum adat. Setelah pemerintah Belanda memasuki Indonesia dan membentuk undang-undang tentang pemerintahan di Hindia Belanda (Regeling Reglemen), desa diberi kedudukan hukum.

Kemudian untuk menjabarkan peraturan perundangan dimaksud, Belanda mengeluarkan Inlandsche Gemeente Ordonnantie, yang hanya berlaku untuk Jawa dan Madura.

Sekalipun Regeling Reglemen, akhimya pada tahun 1924 diubah dengan Indische Staatsregeling akan tetapi pada prinsipnya tidak ada perubahan oleh karena itu IGO masih tetap berlaku. Kemudian untuk daerah luar Jawa, Belanda mengeluarkan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten (IGOB) di luar Jawa dan Madura atau disingkat IGOB tahun 1938 no. 490.

Ada tiga unsur penting dari desa menurut IGO yang penting, yaitu kepala desa, pamong desa dan rapat desa, kepala desa sebagai penguasa tunggal dalam pemerintahan desa, ia adalah penyelenggara urusan rumah tangga desa dan urusan-urusan pemerintah, dalam pelaksanaan tugasnya harus memperhatikan pendapat desa. Di dalam pelaksanaan tugasnya kepala desa dibantu oleh Pamong desa yang sebutannya berbeda-beda daerah satu dengan yang lainnya. Untuk hal-hal yang penting kepala desa harus tunduk pada rapat desa.

Pemerintahan Desa Pada Masa Penjajahan Jepang

Pada tanggal 7 Maret 1942, Jepang berkuasa di Indonesia. Seluruh kegiatan pemerintahan dikendalikan oleh balatentara Jepang yang berkedudukan di Jakarta untuk Jawa dan Madura, Bukit Tinggi untuk Sumatera dan Angkatan Laut di Ujung Pandang untuk kepulauan lainnya.

Karena hanya singkat masa pemerintahannya, maka tidak banyak perubahan dalam struktur dan sistem pemerintahan termasuk pemerintahan desa. Ini dapat dilihat pada Osamo Seirei 1942, hanya saja beberapa sebutan daerah dan kepala daerahnya diganti dengan bahasa Jepang misalnya Syu – Syuco, Ken – Kenco, Si -Co, Tokubetu Si – Tokubetu Sico, Gun – Gunco, Son – Sonco dan Ku – Kuco (lihat uraian pemerintahan pada masa Jepang).

Dapat dikatakan pemerintahan secara umum menghapuskan demokrasi dalam pemerintahan daerah walaupun khusus untuk Ken, Si dan Tokubetu Si sistem itu dilaksanakan secara terbatas.

Begitu juga halnya dengan pemerintahan desa, pada prinsipnya IGO dan peraturan lainnya tetap berlaku dan tidak ada perubahan. Untuk itu desa tetap ada dan berjalan sesuai dengan pengaturan sebelumnya. Ada sedikit perubahan khususnya tentang pemilihan kepala desa berdasarkan Osamu Seirei No. 7 tahun 1944. Hal itu berlanjut sampai Indonesia merdeka, setelah Indonesia merdeka, undang-undang ini banyak diubah.

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Penyelenggaraan pemerintahan desa di Indonesia di samping mempunyai tujuan umum hakikatnya juga mempunyai tujuan khusus yakni tujuan yang dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa menurut undang-undang yang mengaturnya, yang umumnya ada misi dan visi tertentu dengan dikeluarkannya undang-undang pemerintah desa pada masing-masing periode tertentu

Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.

Kedudukan pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia sehingga desa memiliki kewenangan, tugas dan kewajiban untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakatnya.

Tugas pokok pemerintah desa adalah melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan masyarakat serta menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten.

Otonomi desa pada hakikatnya ada persamaan dan perbedaan dengan otonomi daerah. Persamaannya adalah dalam hal penyelenggaraannya yang dibatasi oleh UU yang berlaku. Adapun perbedaan antara otonomi desa dan otonomi daerah adalah dalam hal asal usul kedua otonomi tersebut. Otonomi desa adalah otonomi asli yang ada sejak desa itu terbentuk (tumbuh di dalam masyarakat) dan bersumber dari hukum adat yang mencakup kehidupan lahir dan batin penduduk desa. Otonomi desa bukan berasal dari pemberian pemerintah dan bukan sebagai akibat dari pelaksanaan asas desentralisasi tetapi diperoleh secara tradisional. Sedangkan otonomi daerah adalah pemberian dari pemerintah dan sebagai akibat dari pelaksanaan asas desentralisasi (sebagai pendistribusian kewenangan dari pemerintah di atasnya). Otonomi daerah diperoleh secara formal dan pelaksanaannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Organisasi Pemerintahan Desa atau Yang Disebut Dengan Nama Lain

Susunan organisasi pemerintahan desa atau yang disebut dengan nama lain terdiri dari: Kepala Desa sebagai unsur pemimpin dan perangkat desa, sebagai unsur pembantu pimpinan. Perangkat desa dapat terdiri dari Sekretariat Desa, unsur pelaksana dan unsur wilayah.

Kepala Desa berkedudukan sebagai alat pemerintah desa yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Sekretariat desa berkedudukan sebagai unsur pelayanan yang bertugas membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintah desa. Sekretariat desa dipimpin oleh seorang Sekretaris Desa. Unsur pelayanan dapat terdiri dari beberapa urusan tergantung pada kebutuhan desa yang bersangkutan. Beberapa urusan yang dimaksud antara lain: urusan pemerintahan, pembangunan, perekonomian, kesejahteraan rakyat, keuangan dan umum. Masing-masing urusan tersebut bertugas membantu sekretaris desa sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Unsur pelaksana adalah unsur pembantu kepala desa yang melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti: pamong tani desa, urusan pengairan, urusan keamanan, urusan keagamaan, kebersihan, kesehatan dan pungutan desa. Unsur pelaksana mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan kegiatan teknis lapangan dalam bidang tugasnya.

Unsur wilayah yaitu unsur pembantu kepala desa di wilayah bagian desa yang disebut kepala dusun. Tugas Kepala Dusun adalah membantu melaksanakan tugas-tugas operasional kepala desa di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan, Unsur Pelaksana dan Unsur Wilayah wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik di lingkungan masing-masing maupun antarsatuan organisasi desa sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Badan Perwakilan Desa (BPD) adalah badan perwakilan yang merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila dan berkedudukan sejajar serta menjadi mitra dari pemerintah desa. BPD berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa.

Lembaga kemasyarakatan adalah lembaga-lembaga yang dibentuk atas prakarsa masyarakat desa yang merupakan mitra pemerintah desa.

Lembaga adat adalah lembaga yang berkedudukan sebagai wadah organisasi permusyawaratan/permufakatan kepala adat/tetua adat dan pemimpin/pemuka adat lainnya yang berada di luar susunan organisasi pemerintah di kabupaten. Tugas lembaga adat adalah memberdayakan, melestarikan dan mengembangkan adat istiadat dan lembaga adat yang ada didesa.


Di dalam menangani kewenangan yang dimiliki oleh desa berdasarkan asal-usulnya serta tugas pembantuan yang dibebankan kepada desa, maka pemerintah desa dapat melakukan kerja sama antardesa. Kerja sama antardesa dapat dilakukan oleh dua desa atau lebih dalam rangka mengelola kepentingan bersama dengan prinsip saling menguntungkan. Kerja sama antardesa pada hakikatnya dapat berperan sebagai salah satu faktor penunjang terhadap kelancaran pembangunan pada desa-desa yang terlibat dalam kerja sama.

Dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa, dapat saja terjadi perselisihan antara suatu desa dengan desa lainnya. Pada dasarnya perselisihan dapat diupayakan penyelesaiannya dengan prinsip yang saling menguntungkan, diputuskan oleh pejabat yang berwenang serta keputusan itu bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang berselisih. Sementara itu pemerintah, pemerintah propinsi atau pemerintah kabupaten dapat bertindak sebagai fasilitator dalam upaya penyelesaian perselisihan antardesa


Sistem Pemerintahan Desa Adat

Pembahasan Sistem Pemerintahan Desa Adat lebih mengacu kepada sistem pemerintahan desa dengan prinsip-prinsip tradisional. Objek areanya adalah tata pemerintahan yang berlaku di desa-desa di Indonesia dengan hukum yang dipakai yaitu hukum adat. Hukum adat dapat dikatakan hukum yang demokratis karena lahir dari masyarakat sendiri, dibuat menurut keadaan, kebutuhan, keharusan hidup, dan penghidupan masyarakat sendiri.

Sebagai suatu sistem pemerintahan, sistem pemerintahan desa adat di Indonesia mampu mempertahankan hukum atau aturan-aturan yang berlaku sekalipun tidak tertulis. Hukum tersebut mengatur cara hidup, cara bermasyarakat, dan cara bernegara segenap rakyat di daerah-daerah.

Kekuasaan pemerintahan adat tidak saja berisi pemerintahan dalam arti kata sempit (bestuur), akan tetapi juga berisikan pemerintahan dalam arti kata luas (regeling), karena desa berkuasa atas pengadilan, perundang-undangan, kepolisian bahkan pertanahan.

Perundang-undangan tentang desa adat dimulai sejak pemerintahan Hindia Belanda, di mana tercatat di dalam pasal 118 jo pasal 128 I.S., bahwa penduduk asli dibiarkan di bawah pimpinan langsung dari kepala-kepalanya sendiri. Kemudian ditetapkan dalam IGOB L.N. 1938 No. 490. Pasal 18 UUD 1945 dalam penjelasannya dalam angka II, kemudian UU No. 19 tahun 1965, UU No. 5 tahun 1979 dan terakhir UU No. 22 tahun 1999. Di dalam UUD 1945 pasal 18 secara jelas termaktub bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Secara umum tata pemerintahan desa adat di seluruh wilayah Indonesia mengenal dua macam bentuk, yaitu pertama pimpinan pemerintahan diletakkan di tangan seorang kepala, dan kedua pimpinan pemerintahan dipegang oleh sebuah Dewan. Kedudukan jabatan pemerintahan desa adat merupakan kedudukan kehormatan. Syarat untuk menduduki jabatan biasanya berdasarkan turun temurun dan berpengaruh tidaknya suatu individu dalam masyarakat.

Beberapa Desa Adat Di Indonesia

Awal terbentuknya komunitas desa tidak terlepas dari kehidupan manusia sebagai mahluk sosial. Manusia hidup berkelompok bermula dari unit yang paling kecil yaitu keluarga batih, ketika keluarga tersebut bertambah banyak ada sebagian yang memisahkan diri dan membuat tempat tinggal sendiri. Tempat pemukiman mereka semakin besar dan penghuninya semakin banyak. Dari situlah kemudian lahir masyarakat hukum yang mandiri.

Wilayah desa merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah-pisah, sehingga tidak ada suatu enclave yang menjadi bagian dari suatu desa tertentu. Desa adat di Indonesia beragam bentuknya lebih kurang 250 tersebar di seluruh tanah air.

Beberapa desa adat di Indonesia misalnya: Nagari di Minangkabau, Marga di Lampung, Dukuh di Cirebon, Jatipelem di Jawa Timur, Tihiang di Bali. Tawang Pajangan di Kalimantan Tengah, Bora di Sulawesi Tengah, Maja di Maluku, dan Petuanan di Propinsi Papua

Legal Drafting


Penulis/Author : Tim Penulis LGSP

Penerbit/Publisher : Jakarta;Legal Governance Support Program (LGSP); 2007

Deskripsi Fisik/Phisic Description : vii, 43 hlm. ; 21 x 30 cm

Lembaga legislatif di daerah (DPRD) sebagai lembaga perwakilan rakyat mempunyai pernanan yang penting dalam tata kelola pemerintahan. Anggota DPRD harus mengatur dirinya agar mengupayakan demokrasi dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan efisien di daerahnya. Salah satu dari 3 fungsi DPRD yang perlu diperkuat adalah fungsi Legislasi, oleh karenanya perancangan Undang-undang dalam hal perancangan PERDA merupakan salah satu prioritas dalam mengembangkan program penguatan kapasitas DPRD. Salah satu fungsi DPRD dalam hal perancangan PERDA adalah mengembangkan kebijakan dan PERDA yang berdasarkan situasi lokal dan merefleksikann kebutuhan dan perhatian peran konstituen ditinggalkan oleh DPRD selama Orde Baru. Aspek yang tergambar dalam buku ini meliputi Aspek hierarki perundang-undangan sehingga PERDA yang dihasilkan tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya, prinsip dasar peraturan daerah dari proses, substansi dan penerapannya ; partisipasi masyarakat , dan langkah-langkah dalam penyusunan PERDA. Buku ini berisi kumpulan pengalaman LGSP dalam bekerjasama dengan DPRD dalam mendorong Tata Pemerintaah yang baik di lebih dari 60 kabupaten/kota di 9 Propinsi.

Selasa, 05 Januari 2010

Pelantikan Dekan FH UNA

Purek III Universitas Asahan (UNA) Drs M Saleh Malawat, Rabu (7/10/2009) dikonfirmasi menyatakan, Rektor UNA Prof Dr Ir Darma Bhakti, MS telah melantik Hermansyah, SH, M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Asahan (UNA)yang telah dilaksanakan Selasa (6/10/2009) di Aula Fakultas Hukum UNA.”

Pelantikan ini merupakan awal dari pembenahan dalam meningkatkan kualitas dan mutu UNA ke depan. Rektor juga berharap kepada Dekan dan Lembaga yang baru dilantik untuk saling bekerja sama dalam memajukan UNA, serta menjalankan fungsinya dengan baik dan penuh tanggung jawab,” ungkap Saleh.

UNA dalam beberapa tahun lalu hingga sekarang telah berhasil dikembangkan menjadi 5 fakultas dengan 11 program studi (prodi). Padahal, Universitas kebanggaan masyarakat Asahan itu sebelumnya hanya memiliki 4 fakultas dan 5 prodi.

Profil Lengkap :

Nama Lengkap : Hermansyah, SH.M.Hum
Tempat/Tgl.Lahir : Bandung, 16 Mei 1958
NIP : 131570457
No. Karpeg : E. 060159
Jabatan Fungsional : Lektor
Pangakt/Golongan : Penata Tk.I / Gol.III / d
Alamat Kantor : Jln. Universitas No.4 Kampus USU Medan
No. Telepon Kantor : (061) 8213571
No. Faximile : (061) 8213571
Alamat Rumah : Johor Indah Permai I Blok VIII No.10 Medan
Telepon Rumah : (061) 7863965 / 08126464255

Pendidikan:

1. S2 tahun 2001, Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan
Tesis : Hukum Acara Di Pengadilan Niaga Terhadap Permohonan Kepailitanan Setelah Keluarnya Undang-Undang No.4 Tahun 1998
2. S1 tahun 1984, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan
Skripsi : Aneka Hukum Perkawinan Indonesia Dan Malaysia

Mata Kuliah:

(ditulis mata kuliah yang diasuh, diikuti dengan strata pendidikan dan nama program studi)
1. Hukum Acara Perdata, S1 Program Studi Ilmu Hukum
2. Klinis Hukum Perdata, S1 Program Studi Ilmu Hukum
3. Penyelesaian Sengketa Alternatif, S1 Program Studi Ilmu Hukum
4. Hukum Kepailitan, S1 Program Studi Ilmu Hukum

Publikasi Ilmiah:

Diurut mulai dari publikasi terbaru:
1. Bila Jurnal: tahun terbit, judul makalah/tulisan, nama jurnal, volume, nomor, dan halaman
2. Bila tulisan dalam buku/prosiding: tahun terbit, judul makalah/tulisan, nama buku/prosiding, nama penerbit, halaman
3. Bila buku: tahun terbit, nama buku, nama penerbit

1. Jurnal tahun 2005, Judul “Analisis Prosedur Permohonan Kepailitan Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat” Majalah Equality, Volome 10 N0nor Februari 2005, hal. 36 -46
2. Jurnal tahun 2003, Judul “Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Debitur” Majalah Mahadi, Volume..... No. ...... Hal. .........
3. Jurnal tahun 1997, Judul “Program Akte dibawah Tangan Dalam Pembuktian Kasus Perdata” Majalah Dinamika, Volume.. No. .... Hal. ....
4. Jurnal tahun 1994, JuduL “Komentar Atas Keputusan Mahkamah Agung RI Dalam Perkara Perdata Pembahasan Tanah Waduk Kedunfombo” Majalah Mahadi, Volume..... No. ....... Hal. .........
5. Buku tahun 2006, Judul “Hukum Kepailitan”, Fakultas Hukum USU
6. Buku tahun 2006, Judul “Hukum Acara Perdata Indonesia”, Fakultas Hukum USU

Ecco Golf Shoes


Ecco Golf Shoes

Golf identik dengan kemewahn. Bagaimana jika Anda ingin memiliki hobi maen golf???tentunya membutuhkan stik, shoes, and caddy. Namun Anda tidak perlu repot untuk surfing shoes yang terbaik untuk Anda...

Referensi Hukum