A. Latar Belakang
Anak merupakan aset bangsa yang merupakan bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penentu suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita–cita perjuangan bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk mewujudkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya.
Indonesia merupakan salah satu dari 191 (seratus sembilan puluh satu) negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (Convention on the Right of Children) pada tahun 1990 melalui Kepres no. 36 tahun 1990. Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak bagi semua anak tanpa terkecuali, salah satu hak anak yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan adalah hak anak yang berkonflik dengan hukum.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 karena Indonesia belum mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yang berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Namun pada tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia menetapkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada hak-hak anak seperti yang tertuang dalam Konvensi Hak-hak Anak. Perjuangan melahirkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang memihak kepada kepentingan terbaik anak cukup panjang, seiring dengan pasang surut berbagai kepentingan dan situasi multi krisis berkepanjangan di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sejak lima tahun terakhir.
Hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum diatur dalam Pasal 40 KHA (Konvensi Hak Anak) yang berbunyi : “Negara-negara peserta mengakui hak setiap anak yang disangka, dituduh atau diakui sebagai telah melanggar Undang-undang hukum pidana untuk diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan peningkatan martabat dan nilai anak, yang memperkuat penghargaan anak pada hak-hak asasi manusia dan kebeasan dasar dari orang lain dengan memperhatikan usia anak dan hasrat untuk meningkatkan penyatuan kembali/reintegrasi anak dan peningkatan peran yang konstruktif dari anak dalam masyarakat”.
Pasal 37 ayat b KHA (Konvensi Hak Anak) yang berbunyi :
“Tidak seorang anakpun akan dirampas kemerdekaannya secara tidak sah dan sewenang-wenang, penangkapan, penahanan ataupun penghukuman seorang anak harus sesuai dengan hukum dan akan diterapkan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang paling pendek”.
Sedangkan Pasal 37 ayat c KHA (Konvensi Hak Anak) dinyatakan :
“Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan secara manusiawi dan dihormati martabat kemanusiaanya dan dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang seusianya”.
Di Indonesia hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum diatur di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diantaranya mengatur tentang pemeriksaan terhadap anak harus dalam suasana kekeluargaan, setiap anak berhak didampingi oleh penasehat hukum, tempat tahanan anak harus terpisah dari tahanan orang dewasa, penahanan dilakukan setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat, hukuman yang diberikan tidak harus di penjara/di tahanan melainkan bisa berupa hukuman tindakan dengan mengembalikan anak ke orangtua atau walinya serta Pasal-pasal lainnya yang cukup memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia pada Pasal 66 juga mengatur hak anak yang berkonflik dengan hukum. Demikian juga dalam Undang-undang perlindungan anak yang baru disahkan pada tanggal 23 September 2002 Pasal 64 mengatur :
1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi dengan martabat dan hak-hak anak.
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c. Penjediaan sarana dan prasarana khusus;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga dan
g. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. upaya rehabilitasi, baik dalam lenbaga maupun diluar lembaga;
b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;
c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Dengan demikian diperlukan berbagai upaya alternatif penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum, selain daripada melalui sistem peradilan pidana anak. Hal ini sejalan dengan prinsip yang dianut Convention of The Right of TheChild (CRC) dan juga sebagaimana telah diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, khususnya menyangkut prinsip “The Best Interest of The Child” dan Pidana sebagai “The Last Resort”.
Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang akan memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak Indonesia yang berada dalam keadaan sulit tersebut, ke dalam suatu Program Nasional Bagi Anak Indonesia sebagai tindak lanjut Sidang Umum PBB Untuk Anak yang melahirkan deklarasi “ A World Fit For Children “. Dalam perspektif Konvensi Hak Anak atau KHA (Convention The Rights of The Child/CRC), anak yang berkonflik dengan hukum dikategorikan sebagai anak dalam situasi khusus (children in need of special protection/CNSP).
Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan terhadap kebebasan dan hak asasi manusia (fundamental rights and freedom of children). Deklarasi Hak-Hak Anak tahun 1959 dapat dirujuk untuk memaknai prinsip kepentingan terbaik untuk anak. Prinsip kedua menyatakan bahwa anak seharusnya menikmati perlindungan khusus dan diberikan kesempatan dan fasilitas melalui upaya hukum maupun upaya lain sehingga memungkinkan anak terbangun fisik, mental, moral, spiritual dan sosialnya dalam mewujudkan kebebasan dan kehormatan anak.
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meletakkan kewajiban memberikan perlidungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :
1) Nondiskriminasi;
2) Kepentingan yang terbaik bagi anak;
3) Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
4) Penghargaan terhadap pendapat anak.
Demikian pula halnya jika anak-anak berhadapan dengan hukum, maka potensi hak-haknya dilanggar oleh negara lebih besar ketimbang orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Potensi ini dikarenakan anak merupakan sosok manusia yang dalam kehidupannya masih menggantungkan pada intervensi pihak lain. Doktrin Hak Asasi Manusia mengkategorikan kelompok ini sebagai kelompok rentan (vulnerable group). Konsekuensi yuridisnya kelompok ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari negara. Terkait dengan kelompok tersebut, Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan hak atas langkah-langkah perlindungan karena statusnya sebagai anak di bawah umur, terhadap keluarga, masyarakat dan negara (Pasal 24 (1)).
Irma Setyowati Soemitri membedakan 2 (dua) pengertian perlindungan anak, yaitu:
1) Perlindungan anak bersifat yuridis yang meliputi bidang hukum publik dan bidang hukum perdata.
2) Perlindungan anak bersifat non yuridis yang meliputi bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan.
Berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana Pusat pada tanggal 30 Mei 1977, terdapat 2 (dua) perumusan tentang perlindungan anak, yaitu:
1) Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.
2) Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah nikah dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin".
Berdasarkan studi kasus yang berkaitan dengan uraian diatas adalah Register No. 3472/Pid.B/2008/PN.Mdn yang telah memutuskan Hendra Gunawan Hasibuan als Hendra yang berusia 17 (tujuh belas) tahun pidana penjara selama 2 (dua) tahun karena melanggar 293 (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Berdasarkan surat dakwaan No.Reg Per. DPM- /Rp.9/Ep.1/11/2008 bahwa Hendra Gunawan Hasibuan als Hendra selanjutnya disebut terdakwa pada bulan Januari 2008 bertempat di rumah terdakwa Jl. Pancing V Lk. III Kel. Besar Medan Labuhan dengan hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang dengan salah memeaki kekuasaan yang timbul dari pergaulan atau dengan memperdayakan dengan sengaja membujuk orang di bawah umur yang tidak bercacat kelakuannya, yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya masih di bawah umur, melakukan perbuatan cabul dengan dia, atau membiarkan perbuatan cabul itu dilakukan pada dirinya, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara :
Pada tanggal 19 Januari 2008 sekitar pukul 14.00 WIB, Naisya Putri selanjutnya disebut korban mendatangi rumah temannya Dewi untuk menagih hutang terdakwa yang belum dibayar sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah). Dengan demikian terdakwa mengajak korban ke rumahnya untuk mengambik uang yang akan di bayarkan ke korban. Pada saat itu korban digauli oleh terdakwa dan mengulangi perbuatannya keesokan harinya di rumah korban, sehingga korban menceritakan kejadian tersebut kepada keluarganya.
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, dapat dilihat adanya pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana pencabulan dan persetubuhan yang di dakwakan kepada terdakwa yaitu dakwaan melanggar Pasal 293 ayat (1) KUHP jo UU RI Nomor 3 Tahun 1997 dengan unsur sebagai berikut :
- Dengan hadiah atau perjanjian akan memberi uang atau barang;
- Dengan salah memakai kekuasaan yang timbul dari pergaulan atau dengan memperdayakan;
- Dengan sengaja membujuk orang di bawah umur yang tidak bercacat kelakuannya.
- Melakukan perbuatan cabul dengan dia, atau membiarkan perbuatan cabul itu dilakukan pada dirinya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Pembuktian dan Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Berdasarkan Pasal 293 (1) KUHP Jo UU No.3 Tahun 1997 (Studi Kasus No. 3472/Pid.B/2008/PN.Mdn)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi anak sebagai pelaku kejahatan tindak pidana pencabulan ?
2. Bagaimanakah pembuktian dan penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak ?
C. Tujuan Penelitian
Merujuk kepada permasalahan yang diterangkan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian :
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak sebagai pelaku kejahatan tindak pidana pencabulan.
2. Untuk mengetahui pembuktian dan penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat secara teoritis :
1. Memberikan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Hukum dalam mempelajari hukum pidana.
2. Memberikan hasil analisa putusan Majelis Hakim berupa studi kasus penelitian.
Manfaat secara praktis :
1. Memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam perlindungan hukum terhadap anak menurut peraturan perundang-undangan.
2. Memberikan masukan kepada instansi terkait dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak menurut perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktis, Jakarta : Rineka Cipta, 1993
Atmasamita, Romli, Kriminologi, Bandung : Mandar Maju, 1997
Dirjosisworo, Soejono, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung : Mandar Maju 1994
Manan, Bagir, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1997
Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2005
Maulana, Hasan Wadong, Advokasi Anak dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : Gramedia, 2000
Nawawi, Hadari, Sumber Data Penelitian, Jakarta : Gramedia, 1997
Prinst, Darwan, Hukum Anak Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks ke Indonesiaan, Bandung : Utomo, 2006
Soemitro, Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta : Bumi Aksara, 1990
Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995
Selasa, 20 Oktober 2009
“Pembuktian dan Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Berdasarkan Pasal 293 (1) KUHP Jo UU No.3 Tahun 1997 (Studi
Label:
anak,
hukum,
medan,
pembuktian,
pencabulan,
penerapan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Referensi Hukum
-
Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) adalah “sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan”. 1 Menangg...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang memiliki ciri-ciri adanya pembangunan di segala bida...
-
1. Pengertian Bilyet Giro dan Cek a. Pengertian bilyet adalah surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara giro nasabah tersebut...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh globalisasi berupa perdagangan dapat dilihat di Indonesia berupa peningkatan pendirian perusaha...
-
A. Latar Belakang Anak merupakan aset bangsa yang merupakan bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penentu suatu b...
menarik infonya
BalasHapusserta menambah wawasan
terimakasih banyak