BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaruh globalisasi berupa perdagangan dapat dilihat di Indonesia berupa peningkatan pendirian perusahaan Perseroan Terbatas (PT). Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen dalam mengembangkan keberadaan PT karena merupakan salah satu sumber pendapatan negara berupa pajak serta membuka lapangan pekerjaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan secara langsung bagi masyarakat.
Perseroan sebagai suatu perkumpulan yang memiliki hak berarti dapat juga memiliki kekayaan sendiri ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat, dan menggugat di depan hukum. Sejalan dengan itu, diartikan pula sebagai subjek hukum yang memiliki arti siapa yang dapat mempunyai hak dan cakap untuk bertindak didalam hukum atau dengan kata lain, siapa yang cakap menurut hukum untuk mempunyai hak. (CST. Kansil : 1986, hlm. 125)
Menurut R.T.Sutantyo Hadhi Kusuma dalam bukunya “Pengertian Pokok Hukum Perusahaan” menyatakan bahwa alat perlengkapan Perseroan Terbatas (PT) terdiri atas (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dipergunakan istilah organ-organ Perseroan Terbatas yang dalam melakukan kegiatannya sebagai badan hukum diwakili oleh organ PT yang terdiri atas RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris : (Bab VII Pasal 92 sampai dengan Pasal 121 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur tentang Direksi dan Dewan Komisaris).
1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS (General Shareholders Meeting) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris yang wewenangnya diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar PT sehingga RUPS memiliki kewenangan residual berupa segala kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar PT tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dianggap dimiliki oleh RUPS.
RUPS merupakan personifikasi dari pemegang saham PT yang merupakan pemilik PT dan keberadaan RUPS merupakan kehendak pemilik PT.
2) Pengurus/Direksi
Direksi adalah organ PT yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan sesuai dengan maksud dan tujuan PT di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar PT. Segala tindakan hukum direksi menyangkut status hukum perseroan sebagai subjek hukum, maka direksi sebagai wakil yang secara lisan dan tertulis menjadi pelaku tindakan perseroan. Hal itu memberikan penegasan bahwa menurut teori organ, apa yang dilakukan oleh organ perseroan dianggap merupakan tindakan PT”. (Herlien Budiono : 2000, hlm. 10)
Prinsip hukum ultra vires yang telah berkembang sejak abad XIX menetapkan bahwa batas kewenangan bertindak dari badan hukum memberikan pengertian, ”adalah bukan tindakan hukum itu tidak boleh dilakukan, tetapi tindakan hukum tersebut tidak dapat dilakukan.” (Herlien Budiono : 2000, hlm. 11)
Hal tersebut memberikan makna sebuah tindakan hukum tidak dapat dilakukan apabila menyalahi atau melampui batas maksud tujuan dan kegiatan perseroan. Hal itu merujuk penjelasan yang memberikan pengertian tentang tindakan ultra vires yaitu, “tindakan direksi yang melampui batas maksud tujuan dan kegiatan PT. Sedangkan pengertian tindakan melampui kewenangan merupakan tindakan direksi yang menyimpang dari ketentuan Anggaran Dasar PT.” (Herlien Budiono : 2000, hlm. 12)
Dalam menggunakan kewenangannya mengurus PT, direksi mempunyai batasan tertentu. Dalam konsep hukum administrasi, kewenangan harus digunakan sesuai tujuan pemberian kewenangan. Apabila tidak, maka dikatakan telah terjadi penyalahgunaan wewenang. Batas-batas wewenang dalam hukum administrasi adalah aturan hukum dan asas-asas kepatutan yang disebut Algemene Beginselen van Behorlijk Berstuurs atau Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik.
Kewenangan direksi sama dengan konsep hukum administrasi adalah aturan hukum yang mengikat Perseroan Terbatas (PT) yaitu UUPT dan Anggaran Dasar.
Selain kedua aturan tersebut, kewenangan bertindak direksi juga dibatasi oleh asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan atau Good Corporate Governance (GCG). Pasal 97 (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 diatur bahwa, direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab dalam menjalankan kepengurusan.
Dengan demikian ketika direksi melakukan kegiatan perseroan, namun bertentangan dengan maksud tujuan, maka kegiatan itu dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum sehingga pertanggungjawabannya lepas dari perseroan dan menjadi tanggungjawab pribadi direksi yang bersangkutan. Fred Tumbuan mengatakan bahwa maksud dan tujuan perseroan adalah batas kewenangan bertindak (de doelomschrijving van de rechtspersoon geldt als begrenzing van haar bevoegdheid). Perbuatan hukum yang dilakukan direksi yang secara eksplisit atau implisit tidak diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT), maka batal demi hukum.
Tindakan direksi sebagai wakil perseroan berupa tindakan hukum dalam bidang kekayaan, tindakan semata (feitelijke handeling) seperti perbuatan melawan hukum dan tindakan dalam hukum acara. (Herlien Budiono : 2000, hlm. 3) Untuk membebaskan direksi dari segala tuntutan terkait timbulnya kerugian perseroan dikenal dengan istilah “business judgment rule”. Dalam konsep ini direksi harus membuktikan bahwa keputusan atau judgment yang diambil direksi merupakan kebijakan tepat bagi kepentingan perseroan. Apabila direksi gagal membuktikan bahwa kebijakan yang diambilnya adalah tepat untuk perseroan, maka direksi harus bertanggung jawab secara pribadi.
Tindakan ultra vires membatasi perilaku direksi dalam pelaksanaan perseroan sebagai badan hukum atau subjek hukum yang dapat menjadi objek gugatan. Dengan demikian tanggung jawab direksi perseroan dalam tindakan ultra vires bertujuan untuk melindungi perseroan sebagai badan usaha sesuai dengan maksud dan tujuan, baik secara internal maupun secara eksternal yang berkaitan dengan pihak ketiga.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Tindakan Ultra Vires”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah pengaturan ultra vires menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007?
2. Bagaimanakah bentuk tanggungjawab direksi perseroan dalam tindakan ultra vires demi perlindungan Perseroan dan pihak ketiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaturan ultra vires menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
2. Untuk mengetahui bentuk tanggungjawab direksi perseroan dalam tindakan ultra vires demi perlindungan Perseroan dan pihak ketiga.
D. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau secara teoritis dan praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis:
a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi ilmiah dalam menganalisa tanggungjawab direksi Perseroan Terbatas dalam tindakan ultra vires.
b. Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi mahasiswa yang mempelajari hukum perdata, khususnya tentang Perseroan Terbatas.
2. Manfaat Praktis:
a. Sebagai bahan masukan praktisi dalam menyelesaikan permasalahan di Perseroan Terbatas yang berhubungan dengan tindakan ultra vires.
b. Sebagai bahan masukan bagi pelaku usaha khususnya Perseroan Terbatas dalam menyelesaikan tindakan ultra vires.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan permasalahan penelitian, maka yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah tanggungjawab direksi berkaitan dengan asas ultra vires dalam hukum perseroan. Ruang lingkup penelitian diperlukan untuk mempertajam penelitian yang sesuai dengan perumusan masalah penelitian. Oleh karena itu bila ditinjau dari permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan, menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara analitis permasalahan yang dikemukakan.
Materi penelitian diperoleh melalui pendekatan yuridis normatif yaitu: pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, buku-buku, literatur, karya ilmiah dan pendapat para ahli dan lain sebagainya. (Roni Hanitijo Soemitro, 1988 : hlm. 11)
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data skunder. Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985 : hlm. 13)
B. Pendekatan Penelitian
Pengaturan ultra vires menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 diperlukan untuk mengetahui bentuk tanggungjawab direksi perseroan sehingga memberikan perlindungan bagi perseroan dan pihak ketiga.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan. Pengumpulan data sekunder mencakup:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari KUHP, Peraturan Pemerintah dan lain sebagainya.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku teks, hasil-hasil penelitian dan sebagainya.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya : kamus, ensiklopedi dan sebagainya.
D. Analisis Data
Penelitian ini mempergunakan analisis data secara kualitatif, yaitu dengan cara menganalisa keseluruhan data skunder yang di peroleh dari penelusuran pustaka serta memberikan interpretasi terhadap data yang di peroleh sehingga penelitian ini akan di uraikan secara deskriptif analitis. (Lexy Moleong, 2002 : 5)
E. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dijadwalkan akan berlangsung selama 4 (empat) bulan dengan perincian sebagai berikut:
Rencana Jadual Penelitian
Kegiatan Juni
Juli Agustus September Oktober
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Penyusunan Proposal
Bimbingan Proposal
Bab I - Bab III
Bab II – Bab IV
Bimbingan
Seminar
Perbaikan
Sidang
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Jakarta : Djambatan, 1999.
Herlien Budiono, Doktrin Ultra Vires Dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Buletin Notaris, 2000.
Kansil, CST dan Christine Kansil, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Kansil, CST, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1986.
Koentjorodiningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia Pustaka, 1997
Nasution, Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Medan.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Rajawali Press, 1985.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 1995.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986.
Soemitro, Roni Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Referensi Hukum
-
Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) adalah “sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan”. 1 Menangg...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang memiliki ciri-ciri adanya pembangunan di segala bida...
-
1. Pengertian Bilyet Giro dan Cek a. Pengertian bilyet adalah surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara giro nasabah tersebut...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh globalisasi berupa perdagangan dapat dilihat di Indonesia berupa peningkatan pendirian perusaha...
-
A. Latar Belakang Anak merupakan aset bangsa yang merupakan bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penentu suatu b...
Siapa yang dimaksud dengan pihak ketiga? Siapa sebagai pihak pertama? Pihak kedua?
BalasHapus