Negara hukum menurut F.R. Bothlingk adalah “De staat, waarin de wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht” (negara, di mana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam rangka merealisasi pembatasan pemegang kekuasaan tersebut, maka diwujudkan dengan cara, “Emrzijds in een binding van rechter en administrate, aan de wet, anderjizds in een begrenzing van de bevoegdheden van de wetgever,”27 (di satu sisi keterikatan hakim dan pemerintah terhadap undang-undang, dan di sisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat undang-undang). A. Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa negara hukum (rechtsstaat) secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.28 Dalam negara hukum, segala sesuatu harus dilakukan menurut hukum (everything must be done according to lave). Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah.29 Berkenaan dengan negara hukum ini, P.J.P. Tak menyebutkan sebagai berikut.30
“Pengejawantahan pemisahan kekuasaan, demokrasi, kesamarataan jaminan undang-undang dasar terhadap hak-hak dasar individu adalah tuntutan untuk mewujudkan negara hukum, yakni negara di mana kekuasaan pemerintah tunduk pada ketentuan undang-undang dan undang-undang dasar. Dalam melaksanakan tindakannya, pemerintah tunduk pada aturanaturan hukum. Dalam suatu negara hukum, pemerintah terikat pada ketentuan undang-undang yang dibuat oleh lembaga perwakilan rakyat berdasarkan keputusan mayoritas. Dalam suatu negara hukum, pemerintah tidak boleh membuat keputusan yang membedakan (hak) antarwarga negara, pembedaan ini dilakukan oleh hakim yang merdeka. Dalam suatu negara hukum, terdapat satuan lembaga untuk menghindari ketidakbenaran dan kesewenang-wenangan pada bidang pembuatan undang-undang dan peradilan. Akhirnya, dalam suatu negara hukum setiap warga negara mendapatkan jaminan undang-undang dasar dari perbuatan sewenang-wenang.”
Dalam negara hukum, hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan, sementara tujuan hukum itu sendiri antara lain “.. .opgelegd om de samenleving vreedzaam, rechtvaardig en doelmatig te ordenen”31 (diletakkan untuk menata masyarakat yang damai, adil, dan bermakna). Artinya sasaran dari negara hukum adalah terciptanya kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang bertumpu pada keadilan, kedamaian, dan kemanfaatan atau kebermaknaan. Dalam negara hukum, eksistensi hukum dijadikan sebagai instrumen dalam menata kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.
Terhadap penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan dalam suatu negara hukum itu terdapat aturan-aturan hukum yang tertulis dalam konstitusi atau peraturan-peraturan yang terhimpun dalam hukum tata negara. Meskipun demikian, untuk menyelenggarakan persoalan-persoalan yang bersifat teknis, hukum tata negara ini tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan efektif. Dengan kata lain, hukum tata negara membutuhkan hukum lain yang lebih bersifat teknis. Hukum tersebut adalah hukum administrasi negara. Menurut J.B.J.M. ten Berge,32 hukum administrasi negara adalah sebagai “in het verlengde van het staatsrecht” (perpanjangan dari hukum tata negara) atau “als secundair recht heeft tneer betrekking op de nadere differentiatie van de publieke rechtsorde onder invloed van de taakuitoefening door de overheid” (sebagai hukum sekunder yang berkenaan dengan keanekaragaman lebih mendalam dari tatanan hukum publik sebagai akibat pelaksanaan tugas oleh penguasa). Atas dasar ini tampak bahwa keberadaan hukum administrasi negara seiring sejalan dengan keberadaan negara hukum dan hukum tata negara. Oleh karena itu, menurut J.B.J.M. ten Berge,33 adalah salah paham (misverstand) menganggap hukum administrasi negara sebagai fenomena yang relatif baru (dat hestuursrecht een relatief Jong fenomeen zou zijn). Lebih lanjut J.B.J.M. ten Berge mengatakan bahwa “Bestuursrecht is nauvo verbonden met overheidsgezag en overheidszorg. Daar waar ‘overheidsgezag en overheidszorg’ warden uitgeoefend, onstaat bestuursrecht” (hukum administrasi negara berkaitan erat dengan kekuasaan dan kegiatan penguasa. Karena kekuasaan dan kegiatan penguasa itu dilaksanakan, lahirlah hukum administrasi negara). Dengan kata lain, hukum administrasi negara, sebagaimana hukum tata negara, berkaitan erat dengan persoalan kekuasaan (administrative lave deals with one aspect of the problem of power)34 Mengingat negara itu merupakan organisasi kekuasaan (machtenorganisatie), maka pada akhirnya hukum administrasi akan muncul sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan kekuasaan pemerintahan.35 Dengan demikian, keberadaan hukum administrasi negara itu muncul karena adanya penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan dalam suatu negara hukum, yang menuntut dan menghendaki penyelenggaraan tugas-tugas kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan yang berdasarkan atas hukum.
Pada masa sekarang ini hampir semua negara-negara di dunia menganut negara hukum, yakni yang menempatkan hukum sebagai aturan main penyelenggaraan kekuasaan negara dan pemerintahan. Sebagai negara hukum, sudah barang tentu “memiliki” hukum administrasi negara, sebagai instrumen untuk mengatur dan menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan negara. Oleh karena itu, sebenarnya semua negara modern mengenal hukum administrasi negara (alle moderne staten kennen bestuursrecht). Hanya saja hukum administrasi itu berbeda-beda antara suatu negara dengan lainnya (het bcstuursrecht verschilt van land tot land), yang disebabkan oleh perbedaan persoalan kemasyarakatan dan pemerintahan yang dihadapi penguasa, perbedaan sistem politik, perbedaan bentuk negara dan bentuk pemerintahan, perbedaan hukum tata negara yang menjadi sandaran hukum administrasi, dan sebagainya.36
Referensi
27 Dikutip dari J.J. Oostenbrink, Adminisnatieve Sanaies, Vuga-Boekerij, ’s-Gravenhage, tt., him. 49.
28 A. Hamid S. Attamimi, TeoriPerundang-undangan Indonesia, Makalah pada Pidato Upacara Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI Jakarta, 25 April 1992, him. 8.
29 H.W.R. Wade, Administrative Law, Third Edition (Oxford: Clarendon Press, 1971), him. 6.
30 PJ.P. Tak, Rechtsvonning in Nederland, Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1991, him. 32.
31 N.E. Algra dan H.C.J.G. Jansen, Rechisingang, Een Orientasi in Het Recht, H.D. Tjeenk Willink bv, Groningen, 1974, him. 10.
32 J.B.J.M. ten Berge, op. tit., him. 24-25.
33 lbid., him. 4.
34 H.W.R. Wade, 0/7. dr., him. 1.
35 Foulkes, Introduction to Administrative Law, Fourth Edition (London: Butterworths, 1976), him. 3.
36 Meskipun sama-sama bernaung di bawah sistem hukum kontinental, tetapi perbedaan-perbedaan hukum tata negara dan hukum administrasi ini tidak dapat dihindarkan terutama karena sebab-sebab tersebut di atas. Informasi lebih lanjut tentang perbedaan-perbedaan ini dapat dilihat pada L. Prakke en C.AJ.M. Kortmaan, Het bestuursrecht van de Landen der Europese Gemeenschappen, Kluwer - Deventer, 1986, dan Het Staatsrecht van de Land/in der Europese Gemeenschappen, Kluwer - Deventer, 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar